Salah satu fenomena menarik saat musim dingin
adalah salju. Menjadi unik karena kristal-kristal es yang lembut dan putih
seperti kapas ini hanya hadir secara alami di negeri empat musim atau di
tempat-tempat yang sangat tinggi seperti puncak gunung Jayawijaya di Papua.
Kenapa salju secara alami tidak bisa hadir di wilayah tropis seperti negeri
kita?
Proses pembentukan salju
Untuk menjawab itu, bisa kita mulai dari
proses terjadinya salju. Berawal dari uap air yang berkumpul di atmosfer Bumi,
kumpulan uap air mendingin sampai pada titik kondensasi (yaitu temperatur di
mana gas berubah bentuk menjadi cair atau padat), kemudian menggumpal membentuk
awan. Pada saat awal pembentukan awan, massanya jauh lebih kecil daripada massa
udara sehingga awan tersebut mengapung di udara – persis seperti kayu balok
yang mengapung di atas permukaan air. Namun, setelah kumpulan uap terus
bertambah dan bergabung ke dalam awan tersebut, massanya juga bertambah,
sehingga pada suatu ketika udara tidak sanggup lagi menahannya. Awan tersebut
pecah dan partikel air pun jatuh ke Bumi.
Partikel air yang jatuh itu adalah air murni
(belum terkotori oleh partikel lain). Air murni tidak langsung membeku pada
temperatur 0 derajat Celcius, karena pada suhu tersebut terjadi perubahan fase
dari cair ke padat. Untuk membuat air murni beku dibutuhkan temperatur lebih
rendah daripada 0 derajat Celcius. Ini juga terjadi saat kita menjerang air,
air menguap kalau temperaturnya di atas 100 derajat Celcius karena pada 100
derajat Celcius adalah perubahan fase dari cair ke uap. Untuk mempercepat
perubahan fase sebuah zat, biasanya ditambahkan zat-zat khusus, misalnya garam
dipakai untuk mempercepat fase pencairan es ke air.
Biasanya temperatur udara tepat di bawah awan
adalah di bawah 0 derajat Celcius (temperatur udara tergantung pada
ketinggiannya di atas permukaan air laut). Tapi, temperatur yang rendah saja
belum cukup untuk menciptakan salju. Saat partikel-partikel air murni tersebut
bersentuhan dengan udara, maka air murni tersebut terkotori oleh
partikel-partikel lain. Ada partikel-partikel tertentu yang berfungsi
mempercepat fase pembekuan, sehingga air murni dengan cepat menjadi
kristal-kristal es. Partikel-partikel pengotor yang terlibat dalam proses ini
disebut nukleator, selain berfungsi sebagai pemercepat fase pembekuan, juga
perekat antaruap air. Sehingga partikel air (yang tidak murni lagi) bergabung
bersama dengan partikel air lainnya membentuk kristal lebih besar.
Jika temperatur udara tidak sampai melelehkan
kristal es tersebut, kristal-kristal es jatuh ke tanah. Dan inilah salju! Jika
tidak, kristal es tersebut meleleh dan sampai ke tanah dalam bentuk hujan air.
Pada banyak kasus di dunia ini, proses
turunnya hujan selalu dimulai dengan salju beberapa saat dia jatuh dari awan,
tapi kemudian mencair saat melintasi udara yang panas. Kadang kala, jika
temperatur sangat rendah, kristal-kristal es itu bisa membentuk bola-bola es
kecil dan terjadilah hujan es. Kota Bandung termasuk yang relatif sering
mengalami hujan es. Jadi, ini sebabnya kenapa salju sangat susah turun secara
alami di daerah tropik yang memiliki temperatur udara relatif tinggi dibanding
wilayah yang sedang mengalami musim dingin.
Struktur unik salju
Kristal salju memiliki struktur unik, tidak
ada kristal salju yang memiliki bentuk yang sama di dunia ini. Bayangkan, salju
sudah turun semenjak bumi tercipta hingga sekarang, dan tidak satu pun salju
yang memiliki bentuk struktur kristal yang sama!
Keunikan salju yang lainnya adalah warnanya
yang putih. Kalau turun salju lebat, hamparan bumi menjadi putih, bersih, dan
seakan-akan bercahaya. Ini disebabkan struktur kristal salju memungkinkan salju
untuk memantulkan semua warna ke semua arah dalam jumlah yang sama, maka
muncullah warna putih. Fenomena yang sama juga bisa kita dapati saat melihat
pasir putih, bongkahan garam, bongkahan gula, kabut, awan, dan cat putih.
Selain itu, turunnya salju memberikan
kehangatan. Ini bisa dipahami dari konsep temperatur efektif. Temperatur
efektif adalah temperatur yang dirasakan oleh kulit kita, dipengaruhi oleh tiga
besaran fisis: temperatur terukur (oleh termometer), kecepatan pergerakan
udara, dan kelembapan udara. Temperatur efektif biasanya dipakai untuk
menentukan “zona nyaman”. Di pantai, temperatur terukur bisa tinggi, namun
karena angin kencang kita masih merasa nyaman. Pada saat salju turun lebat,
kelembapan udara naik dan ini memengaruhi temperatur efektif sehingga pada satu
kondisi kita merasa hangat.
0 komentar:
Posting Komentar